Wednesday, December 19, 2012

Apa sesungguhnya Misi Agama Islam???


Pertanyaan ini tentu sangat mudah di jawab? Bahwa misi agama ini adalah mengajak manusia kepada nilai-nilai ketuhanan atau dalam bahasa yang lain adalah memurnikan TAUHID. Aplikasinya menggunakan sistem yang telah di install oleh Allah SWT ke dalam pribadi Nabi SAW yakni ROHMATAN LIL ALAMIN.
Apakah jawaban semacam ini telah mampu menguliti rasa penasaran yang ada pada diri manusia?? Ternyata tidak, buktinya banyak manusia melakukan eksplorasi dan kajian-kajian tentang ke islaman dan menghasilkan kesimpulan masing-masing.
Kalau diibaratkan air sebagai sumber kehidupan, maka air adalah bumbu dasar untuk bercocok tanam, memasak, dan aktifitas kehidupan lainnya.  Dalam hal bercocok tanam akan banyak eksplorasi teknologi penggunaan air, mulai yang tradisional sampai yang menggunakan teknologi terkini, bentuk dan macamnyapun tidak seragam, padahal yang diolah hanya satu yakni air.  Menilik dunia kuliner, kita akan mendapatkan banyak aneka dan ragam masakan, mulai dari sayur, kue, nasi, dan lain sebagainya. Peralatan yang digunakan bermacam-macam, jenis dan bentuknyapun bervariasi, meski banyak menggunakan campuran tetap saja air menjadi komoditas utamanya. Untuk penggunaan air di sisi yang lain silakkan dibayangkan sendiri.
Nah, itu umpama air sebagai sumber utama kehidupan. Jika Islam merupakan sumber utama agama, maka akan muncul beragam hasil eksplorasi dalam pengaplikasiannya. Perbedaan itu merupakan sunatullah dari kecerdasan akal yang juga bagian dari karunia allah, bahkan ditegaskan oleh Nabi SAW, bahwa agama itu akal.
Lalu apa persoalannya???
Persoalannya, kita terlalu menekankan pada alat dan media penggunaan air, entah itu teknologi pengairan, industri, kuliner atau kebutuhan rumah tangga. Padahal jika alat dan media kita siapkan sementara airnya tidak ada, apakah semua alat itu berfungsi??? Ohw tentu tidak?? (sule mode on)..
Penyaksian ke islaman seseorang jika ditekankan pada kulit seperti pakaian dan simbol, maka kehilangan esensi dan entitas kemusliman itu sendiri.  Meski tidak disalahkan ekses dari simbol sangat memengaruhi entitas.
Semisal : saat sebagian orang islam –Muslim – yang tergabung dalam sebuah harokah islamiyah, kemudian mengatakan bahwa harokahnyalah yang betul-betul sunnah dan membawa misi yang benar, kemudian yang lain walaupun berjalan namun telah melenceng dari koridor yang sesungguhnya. Di belahan lainnya sekelompok orang yang mengedepankan jalur politik sebagai media dakwah- menurutnya- telah menyatakan bahwa orang-orang yang tidak memahami politik akan dipolitiki oleh musuh-musuhnya, secara implisit telah menuduh bahwa selain mereka adalah korban politik musuh-musuh islam.
Atau ketika sebagian muslim yang tergabung dalam jama’ah dakwah dengan sistem menguatkan pengamalan sunnah – dalam pemahamannya- menjalankannya dari rumah ke rumah, masjid ke masjid, kampung ke kampung bahkan antar negara, kemudian mengatakan “ inilah sunnah yang sebenarnya”  dan orang selain itu objek dakwa yang harus difahamkan dengan sunnah seperti yang mereka fahami.
Atau sebagian muslim yang menyebut dirinya anti TBC  (Tahayul, Bid’ah dan Churofat) mengatakan merekalah yang paling memahami esensi kesahihan qur’an dan hadits, sehingga memerangi orang-orang yang mempersepsikan ‘tafsir dan terjemahan’ selain dari apa yang mereka fahami.
Atau sebagian muslim yang senang dengan ziarah kubur, membaca tahlil dan serentengan amaliah yang  kebanyakan juga mengungkapkan dalil-dalil dan nash serta menyatakan bahwa “orang-orang itu tidak memahami esensi agama, dan yang difahami oleh selainnya hanyalah kulit.
Atau sebagaian muslim yang senang kuplukan dan sarungan mengultimatum kepada pengguna jas dan celana jeans sebagai penyelisih sunnah dan tasyabbuh dengan orang-orang kafir, dan demikian sebaliknya.
Atau contoh-contoh konkrit yang lainnya.....
Maka muncullah pertanyaan sederhana??
Mana yang sebenarnya BENAR?
Pertanyaan ini kembali akan mendapatkan jawaban “ KAMILAH YANG BENAR”
Jelas takkan pernah ada kebenaran yang sebenar-benarnya, karena semua merasa benar.
Pertanyaan selanjutnya, di mana TUHAN diletakkan dalam pemahaman seperti itu??
Dan kemana eksistensi ROHMATAN LIL ALAMIN dalam aplikasi Islam yang di contohkan oleh Rasulullah SAW???
Mari kita jawab bersama.......

No comments:

Post a Comment