Sunday, December 23, 2012

ibu ...........

Ibu....aku lelah..
Boleh kah aku merayu ?
Aku inggin  berbaring dipangkuan mu
Mengadu tentang hari-hari lelahku
Tentang kerasnya dunia ,yang tak seteduh kasih mu
Dan ingin kupertanya mengapa diluar tak kutemukan keiklasan ?
Seperti keiklasan dirimu kepada ku !

rajin dan malas, paling banyak malas

Aku merasa dulu paling rajin
Saat aku mengijak rumah yang didalam nya ada sepuluh orang
Aku mulai marasakan semua itu sia -sia
Akhiri nya setelah setahun aku memutus kan 
Bagai mana sih jadi orang yang tidak rajin(males).
Pada Waktu nya aku bersih rumah
Aku memutuskan untuk berpura- pura 
Seakan - akan aku lepas dari tanggung jawabku
Setiap hari aku melakukan nya hingga samapai saat ini
Yang aku dapat dari itu hanya cacian,marahan,
Dan dijauhkan dari semua orang
Tapi mengapa dia tidak mendapatkan nya ?
Dalam jiwa ku selalu bertanya -tanya ! 
Ada apa dengan semua ini ?
Kenapa aku yang selalu ditegur -tegur
Aku merunung....dalam renungan itu 
Aku mendapatkan jawaban yang masuk diakal
Tapi itu belum mampu membuat aku tuh sadar
Aku masih melakukan aktivitas seperti seseorang  yang males
Pada suatu ketika aku ditegur lagi 
Ini adalah rumah mu tempat engkau istirahat kata nya  
Coba engkau lihat kiri dan kanan mu 
Seandai nya ada tamu datang kerumah siapa yang malu  ?
Seandai nya ada yang sakit ..siapa yang repot ?
Kita semua melihat keadaan rumah yang berantakan 
Ketika  salah paham dan memikiri diri sendiri
Coba banyakan lah rumah ini tempat engkau bermain dan meniti karir
Mukin engkan menumukan jawaban atas yang selama ini kau cari.
Biarin orang melakukan apa pun yang ada didepan matamu
Tapi jangan engkau lepas kan emosi mu.
Tapi tersenyum lah anak pada emosi mu..
Dari semua teguran itu aku sadar
Bahwa orang inggin menjadi malas itu gambang dan sangatlah  muda
Tapi kalau untuk menjadi rajin itu 
Harus mempunyai keyakinan dan tanggung jawab yang sangat kuat.
Mempunyai prinsip yang abadi  yang tidak akan goyang
Apabila diterkam omba -omba kehancuran.
Mari kita banggitkan lagi prinsip kehidupan
Karena yang  hidup tetap lah hidup
Dia takkan kan berubah didalam hati kita 






cinta

Cinta  itu anugerah ......Anugerah indah  yang di karuniakan oleh allah swt.
Kepada manusia  dan seluruh  makluk penghuni jagat raya.
Cinta ....Bukanlah kata tanpa makna, Cinta ....Bukanlah kata yang sederhana 
Cinta ...Bukanlah ungkapan basa,basi . Karena,cinta  adalah kata kunci kesetiaan,Kehormonisan,keakraban,kebersamaan,Pengorbanan,kesuguhan,serta semua fenomena keindahan, kesejukan dan kenikmatan hidup.
Cinta membuat hidup lebih hidup.Karena cinta adalah kehidupan itu sendiri.

Cinta akan menghasilkan buah sesuai dengan apa dan siapa yang dicinta.
Cinta kepada kedua orang tua akan memunculkan  sikap birrul walidain ( berbakti ).
Cinta kepada saudara akan melahirkan  ukhuwah.
Cinta kepada tetangga  akan menciptakan  sikap tasamuh (tenggang rasa ).
Cinta kepada pakir  miskin akan menumbuhkan kepedulilan sosial .
Semua berawal dari cinta.Semua karna cinta
Tak seorang pun didunia ini yang hidup tanpa cinta.
Karena hidup tanpa cinta ,hampa tiada makna .


Saturday, December 22, 2012

Zaman Emang Telah Berubah 
Tapi Kepunaan  Manusia Semakin  Dekat .....Semakin Dekat
Tak Seharus Nya Manusia Melupakan Sesama 
Yang Kaya Semakin Kaya Dengan Kekayaan Nya
Yang Miskin Semakin Miskin Dengan Kemiskinaan  Nya

Tak Heran Zaman Sekarang  

Banyak Anak Kecil Yang Tidak Berdosa
Menjadi Korban Ketelataran Di Pinggir Jalan

Dan Setiap Hari Mereka

Meminta -Minta Hanya Untuk Sekedar Sesuap Nasi
Dan DiMalam Hari Nya Mereka Tidur 
Dengan Segumpal Koran bekas 

Dan.........

Disudut Pinggir Jalan Yang Berdebu
Tak Kenal HuJan Dan Panas
Mereka Selalu Berusaha Untuk Tersenyum
Walaupun Hanya Senyuman  Palsu









Thursday, December 20, 2012

satu menit saja

hidup didunia ini tak ada yang sia-sia bahkan dalam satu menit
satu menit mempunyai banyak makna
mukin semua orang mengirah bahwah satu menit terbuang sia -sia

padahal dalam satu menit kita bisa melakukan  aktivitas yang luar biasa bagi hati dan jiwa kita
kita bisa membaca  al fatihah sebanyak 3x dalam dua  menit
kita dapat mambaca lailahailallah sebanyak 50 x dalam satu menit 
kita dapat menyebut nama allah sebanyak 50x atau lebih dalam satu menit
dan banyak lagi manfaat yang kita dapat dalam waktu satu menit
gunakan lah waktu mu sebaik-baik nya
karana setiap manusia tidak tau kapan 
dia kembali kepada sang pencipta 
maka dari itu gunakan lah waktu mu segali masih ada

Wednesday, December 19, 2012

MEMUJA MU

seribu bintang yang ada dilangit  
tak mampu memberikan harapan
selain harapan dari dirimu
engkau begitu suci sehingga 
malam pun menjadi terang
kau sebarkan benih -benih cinta 
dalam qolbu sang pemuja mu

tak heran bila langit dan bumi
ikut tunduk kepada mu
air,api,angin dan alam raya 
ikut memuja mu
termasuk diriku 
yang selalu minta ampun 
kepada drimu

dalam heningan malam
kupanjat kan nama nama mu
agar engkau tau 
bahwa aku telah tunduk 
kepada mu
disetiap nafas panjang pendek ku
terseruh nama mu dan ,
setiap langkah panjang pendek ku
itu adalah langkah-langkah mu
kau arungi dunia dengan kekuasaan mu



LAGU INI KEPERSEMBAHKAN BUAT YANG MERASA

            KEKASIH KU 
INTRO :C-EM-F-G 4X

MALAM INI KU HAYAL KAN SEMUA.....
ISI HATI KU PADA GELAP NYA MALAM
SUATU MALAM YANG BERTABUR BINTANG
SAAT KEPERGIAN  KU SAYANG
RASA RINDU KEPADA SEORANG
YANG TELAH LAMA  KUTINGGAL

FEFF

MAAF KAN LAH,....AKU
YANG TELAH MENINGGAL MU
MAAF KANLAH....AKU 
YANG TELAH BERBUAT SALAH PADA MU 

INTRO C-EM-F-G 2X
BACK
FEFF
  

DIALOG TUBUH SEORANG BOCAH


Ketika ku tanya mata
Aku        : apa yang kau pandang selama ini?
Mata      : apa saja aku pandang, termasuk yang dilarang, aku selalu terkantuk di tempat            pengajian, terbelalak di tempat kemaksiatan, dan melotot  melihat cewe seksi di pinggir jalan.

Ketika ku tanya telinga
Aku       : apa yang kau dengarkan selama ini?
Telinga  : selama ini kegemaranku mendengar gosip, di TV, Radio dan  obrolan diantara manusia, terkadang aku juga menguping, aku alergi terhadap penjelasan  agama, surga dan neraka, pahala dan dosa, bagiku itu hanya bualan semata.

Ketika ku tanya mulut
Aku         : apa yang kau ucapkan selama ini?
Mulut      : kegemaranku mencaci dan memaki, ucapanku melalang buana tanpa terkendali, pujianku hanya untuk menarik simpati, sopan santunku  hanya untuk merayu  pujaan hati, dan kata bijakku hanya untuk diakui.

Ketika ku tanya tangan
Aku        : apa yang kau perbuat selama ini?
Tangan  : aku selalu merampas hak orang, menghantam siapa yang menghadang, menjabat siapa yang memberi uang dan menolong demi sebuah imbalan.

Ketika ku tanya perut
Aku         : apa yang kau makan selama ini?
Perut      : lihatlah aku, aku sekarang membuncit, jarang sekali aku  makan sedikit, minuman memabukan  menjadi hidangan favorit, dan  tak ku hiraukan membawa kesehatan atau penyakit.

Ketika ku tanya kaki
Aku       : kemana saja selama ini?
Kaki       : aku selalu kepasar, menendang orang dengan kasar, tak perduli salah dan benar, yang terpenting siapa yang bayar. Aku juga sering ke tempat keramaian, yang menyuguhkan banyak kesenangan, yang semakin jauh akan tuhan.

Aku       : oh... mataku, telingaku, mulutku, tanganku, perutku, dan kakiku, apa yang akan aku jelaskan kepada pemilikmu!!! Apa yang kau perbuat, melanggar norma dan adat, dan menerjang hukum tuhan yang terhormat.
Mereka  : aku tak tahu, itu salahmu, kau tak pernah mengingatkanku
Aku       :baru ku  sadari ini salahku,  maafkan aku, atas kekhilafanku

ritihan hati seorang bocak kepada allah



ya allah..........
betapa pedih nya hati ini apa bila jauh dari dirimu.......
padahal engkau selalu ada dalam kehidupan ini ,,,
ya allah....
hanya tetesan mata lah yang bisa mengingatkan ku 
akan kebesaran mu yang selalu menemani ku
aku hanyalah  orang yang  penuh akan dosa dosa
dan jauh akan kecintaan mu melintas dihati ku  
kau tutupi hati ku dengan awan -awan hitam.
awan awan itu lah selalu menyesatkan ku ke jalan mu....
yang selalu membawa aku kedalam kehinaan
ya allah buka lah hati ku ini dengan apa yana kau punya 
atas semua kebesaran mu
seanda....i 
waktu bisa kembali aku inggin sekali mengambil bagian disisimu
ya allah..
seperti para shabat nabi dan sahabt ku
yang selalu bisa mengambil hati orang disekitar nya
kisah ku
sangat lah pedih kalau tentang cinta
cinta kepada mu  dan cinta kepada ciptaan mu
aku selalu terpuruk dalam gelap nya malam 

dirimu memanggil dirimu



dirimu yang selalu mengmanggil drimu
dalam kegelapan yang penuh dalam kekacau
dan hanya dirimu lah yang dapat menemukan 
cahaya terang dalam kegelapan 

sehingga dirimu menemukan indah nya cinta harapan...
pantas rasa ini bila dirimu mu 
 melakukan sesuatu buat dirimu sediri,,,,
karna dirimu lah satu satu nya ada disini...

dan tak heran kau mengajaukan dunia ini
 karna dunia ini adalah  milik mu
kau yang selalu ada di dalam jiwa ....
jiwa yang terpendam dalam kejiwaan

ku gandeng tangan mu


kasih...kugandeng tangan mu
dalam titian cinta ini
kehadiaran mu menepis kecacatan ku
seketika kita abaikan kecamasan ini .

dibawah lengkung kubah langit bartabur cahaya
ditaman dunia dengan tujuh warna ini
kita tatap bersama para cantik nya...

disetiap sudut hamparan bumi
mejelma sajadah -sajadah kita
dalam ketersungkuran hati .

jangan bersedih ,selalu tersedia harapan
jangan putus asa ,benih cita selalu ada
jangan menangis ,sementara genderang cinta menggema .

bukankah lolongan panjang patah hati kita
adalah jalan menuju sang cinta ?
dan keterpenjaraan dunia ini
adalah kedai mawar bagi kita


mari,kekasih,jalan bersama .

Menjamu Malam Menjemput Pagi



Sahabat....
Hidup adalah putaran, menunggu giliran waktu,  malam siang adalah cermin, mari kita renungkan...
Saat senja mulai menyapa, letih tubuh menyergap raga, bahkan asa di jiwapun seolah punah. Dalam hati kita berharap justru di waktu seperti ini hadirnya penerang, tongkat di tangan dan sahabat yang mengawani perjalanan. Namun kenyataannya, kita dihadapkan dengan gelap, awan yang memekat dan kesendirian yang sunyi. Kita mungkin menyangka, menduga bahkan  melempar sumpah serapah.  Segunung usaha dan kekuatan dipatri pada langkah, sekencang halilintar mulut melantangkan suara, “Hai malam pergilah!!” ia takkan bergeser, berhenti ataupun berganti, justru ia semakin mengelam, hitam dan tak geming sesenpun dari tawaran kita.
Malam, Tuhan jadikan gelap, membutakan mata kita dari segala warna.
Malam, Tuhan izinkan hati yang bicara dalam sunyi, karena gemanya akan menembus bukit-bukit hati, memantul pada jiwa dan lara asa yang memagut sedih.
Malam, Tuhan hanya inginkan kita berduaan, taka ada lagi kawan, sanak, saudara atau sesiapa, yang ada hanya kita dan Dia.
Demikianlah hidupmu saat MALAM yang kuterjemahkan menderita, miskin dan sengsara....
Tuhan hanya inginkan buatmu sang penikmat malam, Fajar  yang Indah bersama matahari yang selalu menyapa......
Hari ini engkau membenci datangnya malam, namun esok engkau merindukannya, setelah engkau tau tanpa malam takkan pernah ada pagi........;;;;;

SYEKH SITI JENAR



Mengenal Nama Syekh Siti Jenar
Syekh Siti Jenar (829-923 H/1348-1439 C/1426-1517 M), memiliki banyak nama : San Ali (nama kecil pemberian orangtua angkatnya, bukan Hasan Ali Anshar seperti banyak ditulis orang),   Syekh ‘Abdul Jalilnama yg diperoleh di Malaka, setelah menjadi ulama penyebar Islam di sana. Syekh Jabaranta nama yg dikenal di Palembang, Sumatera dan daratan Malaka,  Prabu Satmata (Gusti yg nampak oleh mata), adalah nama yg muncul dari keadaan kasyf atau mabuk spiritual; juga nama yg diperkenalkan kepada murid dan pengikutnya);
Syekh Lemah Abang atau Lemah Bang (gelar yg diberikan masyarakat Lemah Abang, suatu komunitas dan kampung model yg dipelopori Syekh Siti Jenar; melawan hegemoni kerajaan).  Wajar jika orang Cirebon tidak mengenal nama Syekh Siti Jenar, sebab di Cirebon nama yg populer adalah Syekh Lemah Abang);  Syekh Siti Jenar (nama filosofis yg mengambarkan ajarannya tentang sangkan-paran),  bahwa manusia secara biologis hanya diciptakan dari sekedar tanah merah dan selebihnya adalah roh Allah; juga nama yg dilekatkan oleh Sunan Bonang ketika memperkenalkannya kepada Dewan Wali, pada kehadirannya di Jawa Tengah/Demak; juga nama Babad Cirebon); Syekh Nurjati atau Pangeran Panjunan atau Sunan Sasmita (nama dalam Babad Cirebon, S.Z. Hadisutjipto); Syekh Siti Bang, serta Syekh Siti Brit; Syekh Siti Luhung (nama-nama yg diberikan masyarakat Jawa Tengahan); Sunan Kajenar (dalam sastra Islam-Jawa versi Surakarta baru, era R.Ng. Ranggawarsita [1802-1873]); Syekh Wali Lanang Sejati; Syekh Jati Mulya; dan Syekh Sunyata Jatimurti Susuhunan ing Lemah Abang.
Siti Jenar lebih menunjukkan sebagai simbolisme ajaran utama Syekh Siti Jenar yakni ilmu kasampurnan, ilmu sangkan-paran ing dumadi, asal muasal kejadian manusia, secara biologis diciptakan dari tanah merah saja yg berfungsi sebagai wadah (tempat) persemayaman roh selama di dunia ini. Sehingga jasad manusia tidak kekal akan membusuk kembali ketanah. Selebihnya adalah roh Allah, yg setelah kemusnaan raganya akan menyatu kembali dengan keabadian. Ia di sebut manungsa sebagai bentuk “manunggaling rasa” (menyatu rasa ke dalam Tuhan).Dan karena surga serta neraka itu adalah untuk derajad fisik maka keberadaan surga dan neraka adalah di dunia ini, sesuai pernyataan populer bahwa dunia adalah penjara bagi orang mukmin. Menurut Syekh Siti Jenar, dunia adalah neraka bagi orang yg menyatu-padu dgn Tuhan. Setelah meninggal ia terbebas dari belenggu wadag-nya dan bebas bersatu dgn Tuhan. Di dunia manunggalnya hamba dgn Tuhansering terhalang oleh badan biologis yg disertai nafsu-nafsunya. Itulah inti makna nama Syekh Siti Jenar.
Padepokan Giri Amparan Jati

*Padepokan Giri Amparan Jati
Setelah diasuh oleh Ki Danusela samapai usia 5 tahun, pada sekitar tahun 1431 M, Syekh Siti Jenar kecil (San Ali) diserahkan kepada Syekh Datuk Kahfi, pengasuh Pedepokan Giri Amparan Jati, agar dididik agama Islam yg berpusat di Cirebon oleh Kerajaan Sunda di sebut sebagai musu(h) alit [musuh halus] <Purwaka Caruban Nagari, 75-76, cat. 39; Sejarah Nasional Indonesia, vol. II;221>
Di Padepokan Giri Amparan Jati ini, San Ali menyelesaikan berbagai pelajaran keagamaan, terutama nahwu, sharaf, balaghah, ilmu tafsir, musthalah hadist, ushul fiqih dan manthiq. Ia menjadi santri generasi kedua. Sedang yg akan menjadi santri generasi ketiga adalah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Syarif Hidayatullah baru datang ke Cirebon, bersamaan dgn pulangnya Syekh Siti Jenar dari perantauannya di Timur Tengah sekitar tahun 1463, dalam status sebagai siswa Padepokan Giri Amparan Jati, dgn usia sekitar 17-an tahun.
Pada tahun 1446 M, setelah 15 tahun penuh menimba ilmu di Padepokan Amparan Jati, ia bertekad untuk keluar pondok dan mulai berniat untuk mendalami kerohanian (sufi). Sebagai titik pijaknya, ia bertekad untuk mencari “sangkan-paran” dirinya. Tujuan pertmanya adalah Pajajaran yg dipenuhi oleh para pertapa dan ahli hikmah Hindu-Budha. Di Pajajaran, Syekh Siti Jenar mempelajari kitab Catur Viphala warisan Prabu Kertawijaya Majapahit. Inti dari kitab Catur Viphala ini mencakup empat pokok laku utama. Pertama, nihsprha, adalah suatu keadaan di mana tidak adal lagi sesuatu yg ingin dicapai manusia. Kedua, nirhana, yaitu seseorang tidak lagi merasakan memiliki badan dan karenanya tidak ada lagi tujuan. Ketiga, niskala adalah proses rohani tinggi, “bersatu” dan melebur (fana’) dgn Dia Yang Hampa, Dia Yang Tak Terbayangkan, Tak Terpikirkan, Tak Terbandingkan. Sehingga dalam kondisi (hal) ini, “aku” menyatu dgn “Aku”. Dan keempat, sebagai kesudahan dari niskala adalah nirasraya, suatu keadaan jiwa yg meninggalkan niskala dan melebur ke Parama-Laukika (fana’ fi al-fana’), yakni dimensi tertinggi yg bebas dari segala bentuk keadaan, tak mempunyai ciri-ciri dan mengatasi “Aku”.
Dari Pajajaran San Ali melanjutkan pengembaraannya menuju Palembang, menemui Aria Damar, seorang adipati, sekaligus pengamal sufi-kebatinan, santri Maulana Ibrahim Samarkandi.
Pada masa tuanya, Aria Damar bermukim di tepi sungai Ogan, Kampung Pedamaran.
Diperkirakan Syekh Siti Jenar berguru kepada Aria Damar antara tahun 1448-1450 M. bersama Aria Abdillah ini, San Ali mempelajari pengetahuan tentang hakikat ketunggalan alam semesta yg dijabarkan dari konsep “nurun ‘ala nur” (cahaya Maha Cahaya), atau yg kemudian dikenal sebagai kosmologi emanasi.
Dari Palembang, San Ali melanjutkan perjalanan ke Malaka dan banyak bergaul dgn para bangsawan suku Tamil maupun Malayu. Dari hubungan baiknya itu, membawa San Ali untuk memasuki dunia bisnis dgn menjadi saudagar emas dan barang kelontong. Pergaulan di dunia bisnis tsb dimanfaatkan oleh San Ali untuk mempelajari berbagai karakter nafsu manusia, sekaligus untuk menguji laku zuhudnya ditengah gelimangharta. Selain menjadi saudagar, Syekh Siti jenar jugamenyiarkan agama Islam yg oleh masyarakat setempat diberigelar Syekh jabaranta.
 Di Malaka ini pula, ia bertemu dgn Datuk Musa, putra Syekh Datuk Ahmad. Dari uwaknya ini,
Syekh Datuk Ahmad, San Ali dianugerahi nama keluarga dan nama ke-ulama-an Syekh Datuk ‘Abdul Jalil.
Dari perenungannya mengenai dunia nafsu manusia, hal ini membawa Syekh Siti Jenar menuai keberhasilan menaklukkan tujuh hijab, yg menjadi penghalang utama pendakian rohani seorang salik (pencari kebenaran). Tujuh hijab itu adalah ;
1.       lembah kasal (kemalasan naluri dan rohani manusia);
2.       jurangfutur (nafsu menelan makhluk/orang lain);
3.       gurun malal (sikap mudah berputus asa dalam menempuh jalan rohani);
4.       gurun riya’ (bangga rohani);
5.       rimba sum’ah (pamer rohani);
6.       samudera ‘ujub (kesombongan intelektual dan kesombonganragawi);
7.       benteng hajbun (penghalang akal dan nurani).

Pencerahan Di Baghdad

*Pencerahan Rohani di Baghdad
Setelah mengetahui bahwa dirinya merupakan salah satu dari keluarga besar ahlul bait (keturunan Rasulullah), Syekh Siti Jenar semakin memiliki keinginan kuat segera pergi ke Timur Tengah terutama pusat kota suci Makkah.
Dalam perjalanan ini, dari pembicaraan mengenai hakikat sufi bersama ulama Malaka asal Baghdad Ahmad al- Mubasyarah al-Tawalud di sepanjang perjalanan. Syekh Siti Jenar mampu menyimpan satu perbendaharaan baru, bagi perjalanan rohaninya yaitu “ke-Esaan af’al Allah”, yakni kesadaran bahwa setiap gerak dan segala peristiwa yg tergelar di alam semesta ini, baik yg terlihat maupun yg
tidak terlihat pada hakikatnya adalah af’al Allah. Ini menambah semangatnya untuk mengetahui dan merasakan langsung bagaimana af’al Allah itu optimal bekerja dalam dirinya.
Inilah pangkal pandangan yg dikemudian hari memunculkan tuduhan dari Dewan Wali, bahwa Syekh Siti Jenar menganut paham Jabariyah. Padahal bukan itu pemahaman yg dialami dan dirasakan Syekh Siti Jenar. Bukan pada dimensi perbuatan alam atau manusianya sebagai tolak titik pandang akan tetapi justru perbuatan Allah melalui iradah dan quradah-NYA yg bekerja melalui diri manusia, sebagai khalifah-NYA di alam lahir. Ia juga sampai pada suatu kesadaran bahwa semua yg nampak ada dan memiliki nama, pada hakikatnya hanya memiliki satu sumber nama, yakni Dia Yang Wujud dari segala yg maujud.
Sesampainya di Baghdad, ia menumpang di rumah keluarga besar Ahmad al-Tawalud.  Disinilah cakrawala pengetahuan sufinya diasah tajam. Sebab di keluarga al- Tawalud tersedia banyak kitab-kitab ma’rifat dari para sufi kenamaan. Semua kitab itu adalah peninggalan kakek al- Tawalud, Syekh ‘Abdul Mubdi’ al-Baghdadi.
 Di Irak ini pula, Syekh Siti Jenar bersentuhan dgn paham Syi’ah Ja’fariyyah, yg di kenal sebagai madzhab ahl al-bayt. Syekh Siti Jenar membaca dan mempelajari dgn Baik tradisi sufi dari al-Thawasinnya al-Hallaj (858-922), al- Bushtamii (w.874), Kitab al-Shidq-nya al-Kharaj (w.899), Kitab al-Ta’aruf al-Kalabadzi (w.995), Risalah-nya al- Qusyairi (w.1074), futuhat al-Makkiyah dan Fushush al-
Hikam-nya Ibnu ‘Arabi (1165-1240), Ihya’ Ulum al-Din dan kitab-kitab tasawuf al-Ghazali (w.1111), dan al-Jili (w.1428). secara kebetulan periode al-jili meninggal, Syekh Siti Jenar sudah berusia dua tahun. Sehingga saat itu pemikiran-permikiran al-Jili, merupakan hal yg masih sangat baru bagi komunitas Islam Indonesia. Dan sebenarnya Syekh Siti Jenar-lah yg pertama kali mengusung gagasan al-Hallaj dan terutama al-Jili ke Jawa. Sementara itu para wali anggota Dewan Wali menyebarluaskan ajaran Islam syar’i madzhabi yg ketat. Sebagian memang mengajarkan tasawuf, namun tasawuf tarekati, yg kebanyakkan beralur pada paham Imam Ghazali. Sayangnya, Syekh Siti Jenar tidak banyak menuliskan ajaran-ajarannya karena kesibukannya menyebarkan gagasan melalui lisan ke berbagai pelosok Tanah Jawa. Dalam catatan sastra suluk Jawa hanya ada 3 kitab karya Syekh Siti Jenar; Talmisan, Musakhaf (al- Mukasysyaf) dan Balal Mubarak.
Masyarakat yg dibangunnya nanti dikenal sebagai komunitas Lemah Abang. Dari sekian banyak kitab sufi yg dibaca dan dipahaminya, yg paling berkesan pada Syekh Siti Jenar adalah kitab Haqiqat al-Haqa’iq, al-Manazil al-Alahiyah dan al-Insan al-Kamil fi Ma’rifat al-Awakhiri wa al-Awamil (Manusia Sempurna dalam Pengetahuan tenatang sesuatu yg pertama dan terakhir). Ketiga kitab tersebut, semuanya adalah puncak dari ulama sufi Syekh ‘Abdul Karim al-Jili. Terutama kitab al-Insan al-Kamil, Syekh Siti Jenar kelak sekembalinya ke Jawa menyebarkan ajaran dan pandangan mengenai ilmu sangkan-paran sebagai titik pangkal paham kemanuggalannya. Konsep-konsep pamor, jumbuh dan manunggal dalam teologi-sufi Syekh Siti Jenar dipengaruhi oleh paham-paham puncak mistik al-Hallaj dan al-Jili, disamping itu karena proses pencarian spiritualnya yg memiliki ujung pemahaman yg mirip dgn secara praktis/’amali-al-Hallaj; dan secara filosofis mirip dgn al- Jili dan Ibnu ‘Arabi. Syekh Siti Jenar menilai bahwa ungkapan-ungkapan yg digunakan al-Jili sangat sederhana, lugas, gampang dipahami namun tetap mendalam. Yg terpenting, memiliki banyak kemiripan dgn pengalaman rohani yg sudah dilewatkannya, serta yg akan ditempuhnya. Pada akhirnya nanti, sekembalinya ke Tanah Jawa, pengaruh ketiga kitab itu akan nampak nyata, dalam berbagai ungkapan mistik, ajaran serta khotbah-khotbahnya, yg banyak memunculkan guncangan-guncangan keagamaan dan politik di Jawa.
Syekh Siti Jenar banyak meluangkan waktu mengikuti dan mendengarkan konser-konser musik sufi yg digelar diberbagai sama’ khana. Sama’ khana adalah rumah-rumah tempat para sufi mendengarkan musik spiritual dan membiarkan dirinya hanyut dalam ekstase (wajd). Sama’ khana mulai bertumbuhan di Baghdad sejak abad ke-9 (Schimmel; 1986, hlm. 185). Pada masa itu grup musik sufi yg terkenal adalah al-Qawwal dgn penyanyi sufinya ‘Abdul Warid al-Wajd.
Berbagai pengalaman spiritual dilaluinya di Baghdad sampai pada tingkatan fawa’id (memancarnya potensi pemahaman roh karena hijab yg menyelubunginya telah tersingkap. Dgn ini seseorang akan menjadi berbeda dgn umumnya manusia); dan lawami’ (mengejawantahnya cahaya rohani akibat tersingkapnya fawa’id), tajaliyat melalui Roh al-haqq dan zawaid (terlimpahnya cahaya Ilahi ke dalam kalbu yg membuat seluruh rohaninya tercerahkan). Ia mengalami berbagai kasyf dan berbagai penyingkapan hijab dari nafsu-nafsunya. Disinilah Syekh Siti Jenar mendapatkan kenyataan memadukanpengalaman sufi dari kitab-kitab al-Hallaj, Ibnu ‘Arabi danal-Jili.
Bahkan setiap kali ia melantunkan dzikir dikedalaman lubuk hatinya dgn sendirinya ia merasakan denting dzikir dan menangkap suara dzikir yg berbunyi aneh, Subhani, alhamdu li, la ilaha illa ana wa ana al-akbar, fa’budni (mahasuci aku, segala puji untukku, tiada tuhan selain aku, maha besar aku, sembahlah aku). Walaupun telinganya mendengarkan orang di sekitarnya membaca dzikir Subhana Allah, al-hamduli Allahi, la ilaha illa Allah, Allahu Akbar, fa’buduhu, namun suara yg di dengar lubuk hatinya adalah dzikir nafsi, sebagai cerminan hasil man ‘arafa Nafsahu faqad ‘arafa Rabbahu tersebut. Sampai di sini, Syekh Siti Jenar semakin memahami makna hadist Rasulullah “al-Insan sirri wa ana sirruhu” (Manusia adalah Rahasia-Ku dan Aku adalah rahasianya).
Sebenarnya inti ajaran Syekh Siti Jenar sama dgn ajaran sufi ‘Abdul Qadir al-Jilani (w.1165), Ibnu ‘Arabi (560/ 1165-638-1240), Ma’ruf al-Karkhi, dan al-Jili. Hanya saja ketiga tokoh tsb mengalami nasib yg baik dalam artian, ajarannya tidak dipolitisasi, sehingga dalam kehidupannya di dunia tidak pernah mengalami intimidasi dan kekerasan sebagai korban politik dan menemui akhir hayat secara biasa.

 Kemanunggalan Ingsun, Allah dan Kemanunggalan (Syekh Siti Jenar)

1.“Sabda sukma, adhep idhep Allah, kang anembah Allah, kang sinembah Allah, kang murba amisesa.” Pernyataan Syekh Siti Jenar diatas secara garis besarnya adalah: “Pernyataan roh yg bertemu-hadapan dgn Allah, yg menyembah Allah, yg disembah Allah, yg meliputi segala sesuatu.” Ini adalah salah satu sumber pengetahuan ajaran Syekh Siti Jenar yg maksudnya adalah sukma (roh di kedalaman jiwa) sebagai pusat kalam (pembicaraan dan ajaran). Hal itu diakibatkan karena di kedalaman roh batin manusia tersedia cermin yg disebut mir’ah al-haya’ (cermin yg memalukan). Bagi orang yg sudah bisa mengendalikan hawa nafsunya serta mencapai fana’ cermin tersebut akan muncul, yg menampakkan kediriannya dengan segala perbuatan tercelanya. Jika ini telah terbuka maka tirai-tirai Rohani juga akan tersingkap, sehingga kesejatian dirinya beradu-adu (adhep idhep), “aku ini kau, tapi kau aku”. Maka jadilah dia yg menyembah sekaligus yg disembah, sehingga dirinya sebagai kawula-Gusti memiliki wewenang murba amisesa, memberi keputusan apapun tentang dirinya, menyatu iradah dan kodrat kawula-Gusti.
2. “Hidup itu bersifat baru dan dilengkapi dengan pancaindera. Pancaindera ini merupakan barang pinjaman, yg jika sudah diminta oleh yg empunya, akan menjadi tanah dan membusuk, hancur lebur bersifat najis. Oleh karena itu pancaindera tidak dapat dipakai sebagai pedoman hidup. Demikian pula budi, pikiran, angan-angan dan kesadaran, berasal dari pancaindera, tidak dapat dipakai sebagai pegangan hidup. Akal dapat menjadi gila, sedih, bingung, lupa tidur dan seringkali tidak jujur. Akal itu pula yg siang malam mengajak dengki, bahkan merusak kebahagiaan orang lain. Dengki dapat pula menuju perbuatan jahat, menimbulkan kesombongan, untuk akhirnya jatuh dalam lembah kenistaan, sehingga menodai nama dan citranya. Kalau sudah sampai sedemikian jauhnya, baru orang menyesalkan perbuatannya.” Menurut Syekh Siti Jenar, baik pancaindera maupun perangkat akal tidak dapat dijadikan pegangan dan pedoman hidup. Sebab semua itu bersifat baru, bukan azali. Satu-satunya yg bisa dijadikan gondhelan dan gandhulan hanyalah Zat Wajibul Maulanan, Zat Yang Maha Melindungi.
Pancaindera adalah pintu nafsu dan akal adalah pintu bagi ego. Semuanya harus ditundukkan di bawah Zat Yang Wajib memimpin. Karena hanya Dialah yg menunjukkan semua budi baik. Jadi pancaindera harus dibimbing oleh budi dan budi dipimpin oleh Sang Penguasa Budi atau Yang Maha Budi. Sedangkan Yang Maha Budi itu tidak terikat dalam jeratan dan jebakan nama tertentu. Sebab nama bukanlah hakikat. Nama itu bisa Allah, Hyang Widi, Hyang Manon, Sang Wajibul Maulana dan sebagainya. Semua itu produk akal, sehingga nama tidak perlu disembah. Jebakan nama dalam syari’at justru malah merendahkan nama-NYA.
3.“Apakah tidak tahu bahwa penampilan bentuk daging, urat, tulang, sunsum, bisa rusak dan bagaimana cara Anda memperbaikinya? Biarpun bersembahyang seribu kali setiap harinya akhirnya mati juga. Meskipun badan Anda, Anda tutupi akhirnya menjadi debu juga. Tetapi jika penampilan bentuknya seperti Tuhan, Apakah para Wali dapat membawa Pulang dagingnya, saya rasa tidak dapat. Alam semesta ini baru. Tuhan tidak akan membentuk dunia ini dua kali dan juga tidak akan membuat tatanan batu, dalilnya layabtakiru hilamuhdil yg artinya tidak membuat sesuatu wujud lagi tentang terjadinya alam semesta sesudah dia membuat dunia.” Dari pernyataan itu nampak Syekh Siti Jenar memandang alam makrokosmos sama dengan mikrokosmos (manusia). Kedua hal tersebut merupakan barang baru ciptaan Tuhan yg sama-sama akan mengalami kerusakan atau tidak kekal. Pada sisi lain, pernyataan Syekh Siti Jenar tsb mempunyai muatan makna pernyataan sufistik, “Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia pasti mengenal Tuhannya.” Sebab bagi Syekh Siti Jenar manusia yg utuh dalam jiwa raganya merupakan wadag bagi penyanda, termasuk penyanda alam semesta. Itulah sebabnya pengelolaan alam semesta menjadi tanggungjawab manusia. Maka mikrokosmos manusia, tidak lain adalah Blueprint dan gambaran adanya jagat besar termasuk semesta. Baginya Manusia terdiri dari jiwa dan raga yg intinya ialah jiwa sebagai penjelmaan dzat Tuhan (Sang Pribadi). Sedangkan raga adalah bentuk luar dari jiwa yg dilengkapi pancaindera, berbagai organ tubuh seperti daging, otot, darah dan tulang. Semua aspek keragaan atau ketubuhan adalah barang pinjaman yg suatu saat setelah manusia terlepas dari pengalaman kematian di dunia ini, akan kembali berubah menjadi tanah. Sedangkan rohnya yg menjadi tajalli Ilahi, manunggal ke dalam keabadian dengan Allah.
4. “Segala sesuatu yg terjadi di alam semesta ini pada hakikatnya adalah af’al (perbuatan) Allah. Berbagai hal yg dinilai baik maupun buruk pada hakikatnya adalah dari Allah juga. Jadi keliru dan sesat pandangan yg mengatakan bahwa yg baik dari Allah dan yg buruk dari selain Allah.” “…Af’al Allah harus dipahami dari dalam dan dari luar diri. Saat manusia menggoreskan pena misalnya, di situ lah terjadi perpaduan dua kemampuan kodrati yg dipancarkan oleh Allah kepada makhluk-NYA, yakni kemampuan kodrati gerak pena. Di situlah berlaku dalil "Wa Allahu khalaqakum wa ma ta’malun (Qs.Ash-Shaffat:96)", yg maknanya Allah yg menciptakan engkau dan segala apa yg engkau perbuat. Di sini terkandung makna mubasyarah. Perbuatan yg terlahir dari itu disebut al- tawallud. Misalnya saya melempar batu. Batu yg terlempar dari tangan saya itu adalah berdasarkan kemampuan kodrati gerak tangan saya. Di situ berlaku dalil "Wa ma ramaita idz ramaita walakinna Allaha rama (Qs.Al-Anfal:17)", maksudnya bukanlah engkau yg melempar, melainkan Allah jua yg melempar ketika engkau melempar. Namun pada hakikatnya antara mubasyarah dan al-tawallud hakikatnya satu, yakni af’al Allah sehingga berlaku dalil la haula wa la quwwata illa bi Allahi al-‘aliyi al-‘adzimi. Rosulullah bersabda “La tataharraku dzarratun illa bi idzni Allahi", yg maksudnya tidak akan bergerak satu dzarah pun melainkan atas idzin Allah.”

Eksistensi manusia yg manunggal ini akan nampak lebih jelas peranannya, dimana manusia tidak lain adalah ke-Esa an dalam af’al Allah. Tentu ke-Esa-an bukan sekedar af’al, sebab af’al digerakkan oleh dzat. Sehingga af’al yg menyatu menunjukkan adanya ke-Esa-an dzat, kemana af’al itu dipancarkan.
5. “Di dunia ini kita merupakan mayat-mayat yg cepat juga akan menjadi busuk dan bercampur tanah. Ketahuilah juga apa yg dinamakan kawula-Gusti tidak berkaitan dgn seorang manusia biasa seperti yg lain-lain. Kawula dan Gusti itu sudah ada dalam diriku, siang dan malam tidak dapat memisahkan diriku dari mereka. Tetapi hanya untuk saat ini nama kawula-Gusti itu berlaku, yakni selama saya mati. Nanti, kalau saya sudah hidup lagi, Gusti dan kawula lenyap, yg tinggal hanya hidupku sendiri, ketentraman langgeng dalam ADA sendiri. Bila kau belum menyadari kebenaran kata-kataku maka dgn tepat dapat dikatakan, bahwa kau masih terbenam dalam masa kematian. Di sini memang terdapat banyak hiburan aneka warna. Lebih banyak lagi hal-hal yg menimbulkan hawa nafsu. Tetapi kau tidak melihat, bahwa itu hanya akibat pancaindera. Itu hanya impian yg sama sekali tidak mengandung kebenaran dan sebentar lagi akan cepat lenyap. Gilalah orang yg terikat padanya. Saya tidak merasa tertarik, tak sudi tersesat dalam kerajaan kematian. Satu-satunya yg kuusahakan, ialah kembali kepada kehidupan.” Syekh Siti Jenar menyatakan dgn tegas bahwa dirinya sebagai Tuhan, ia memiliki hidup dan Ada dalam dirinya sendiri, serta menjadi Pangeran bagi seluruh isi dunia. Sehingga didapatkan konsistensi antara keyakinan hati, pengalaman keagamaan, dan sikap perilaku dzahirnya. Juga ditekankan satu hal yg selalu tampil dalam setiap ajaran Syekh Siti Jenar. Yakni pendapat bahwa manusia selama masih berada di dunia ini sebetulnya mati, baru sesudah ia dibebaskan dari dunia ini, akan dialami kehidupan sejati. Kehidupan ini sebenarnya kematian ketika manusia dilahirkan. Badan hanya sesosok mayat karena ditakdirkan untuk sirna. (bandingkan dengan Zoetmulder; 364). Dunia ini adalah alam kubur, dimana roh suci terjerat badan wadag yg dipenuhi oleh berbagai goda-nikmat yg menguburkan kebenaran sejati dan berusaha menguburkan kesadaran Ingsun Sejati. Semoga yg ini bermanfaat dalam kepasrahan yg tidak bisa dipikir dgn Akal tapi dengan Hati yang sulit mengungkapkan rasa Cinta itu secara Tulus.... Walaupun rasa Cinta itu sulit diungkapkan dgn bahasa kita yg sangat terbatas ini.....amin....amin.








Surga & Neraka

SURGA DAN NERAKA Syekh Siti Jenar

“anal jannatu wa nara katannalr al anna”, sering digunakan oleh Syekh Siti Jenar dalam menjelaskan hakikat surga dan neraka. Penulisan yg benar nampaknya adalah “inna al- janatu wa al-naru qath’un ‘an al-ana” (Sesungguhnya keberadaan surga dan neraka itu telah nyata adanya sejak sekarang atau di dunia ini). Sesungguhnya, menurut ajaran Islam pun, surga dan neraka itu tidaklah kekal. Yang menganggap kekal surga dan neraka itu adalah kalangan awam. Sesungguhnya mereka berdua wajib rusak dan binasa. Bagi Syekh Siti Jenar, surga atau neraka bukanlah tempat tertentu untuk memberikan pembalasan baik dan buruknya manusia. Surga neraka adalah perasaan roh di dunia, sebagai akibat dari keadaan dirinya yg belum dapat menyatu-tunggal dgn Allah. Sebab bagi manusia yg sudah memiliki ilmu kasampurnan, jelas bahwa ketika mengalami kematian dan melalui pintunya, ia kembali kepada Hidup Yang Agung, hidup yang tan kena kinaya ngapa (hidup sempurna abadi sebagai Sang Hidup). Yaitu sebagai puncak cita-cita dan tujuan manusia. Jadi, karena surga dan neraka itu ternyata juga makhluk, maka surga dan neraka tidaklah kekal, dan juga bukanlah tempat kembalinya manusia yang sesungguhnya. Sebab tidak mungkin makhluk akan kembali kepada makhluk, kecuali karena keadaan yang belum sempurna hidupnya. Oleh al-Qur’an sudah ditegaskan bahwa tempat kembalinya manusia hanya Allah, yang tidak lain adalah proses kemanunggalan ……ilaihi raji’un, ilaihi al-mashir…

Puasa & Haji

PUASA dan HAJI Syekh Siti Jenar
“Syahadat, shalat dan puasa itu, sesuatu yang tidak diinginkan, jadi tidak perlu. Adapun zakat dan naik haji ke Makah, itu semua omong kosong (palson kabeh). Itu seluruhnya kedurjanaan budi, penipuan terhadap sesama manusia. Orang-orang dungu yg menuruti aulia, karena diberi harapan surga di kelak kemudian hari, itu sesungguhnya keduanya orang yang tidak tahu. Lain halnya dengan saya, Siti Jenar. “Tiada pernah saya menuruti perintah budi, bersujud- sujud di mesjid mengenakan jubah, pahalanya besok saja, bila dahi sudah menjadi tebal, kepala berbelulang. Sesungguhnya hal ini idak masuk akal! Di dunia ini semua manusia adalah sama. Mereka semua mengalami suka-duka, menderita sakit dan duka nestapa, tiada beda satu dengan yang lain. Oleh karena itu saya, Siti Jenar, hanya setia pada satu hal saja, yaitu Gusti Zat Maulana.”
Syekh Siti jenar menyebutkan bahwa syariat yang diajarkan para wali adalah “omong kosong belaka”,atau “wes palson kabeh”(sudah tidak ada yang asli). Tentuistilah ini sangat amat berbeda dengan anggapan orangselama ini, yang menyatakan bahwa Syekh Siti Jenarmenolak syari’at Islam. Yang ditolak adalah reduksi atas syari’at tersebut. Syekh Siti Jenar menggunakan istilah “iku wes palson kabeh”, yg artinya “itu sudah dipalsukan atau dibuat palsu semua.” Tentu ini berbeda pengertiannya dengan kata “iku palsu kabeh” atau “itu palsu semua.” Jadi yang dikehendaki Syekh Siti Jenar adalah penekanan bahwa syari’at Islam pada masa Walisanga telah mengalami perubahan dan pergeseran makna dalam pengertian syari’at itu. Semuanya hanya menjadi formalitas belaka. Sehingga manfaat melaksanakan syariat menjadi hilang. Bahkan menjadi mudharat karena pertentangan yang muncul dari aplikasi formal syariat tsb. Bagi Syekh Siti Jenar, syariat bukan hanya pengakuan dan pelaksanaan, namun berupa penyaksian atau kesaksian. Ini berarti dalam pelaksanaan syariat harus ada unsur pengalaman spiritual. Nah, bila suatu ibadah telah menjadi palsu, tidak dapat dipegangi dan hanya untuk membohongi orang lain, maka semuanya merupakan keburukan di bumi. Apalagi sudah tidak menjadi sarana bagi kesejahteraan hidup manusia. Ditambah lagi, justru syariat hanya menjadi alat legitimasi kekuasaan (seperti sekarang ini juga). Yang mengajarkan syari’at juga tidak lagi memahami makna dan manfaat syari’at itu, dan tidak memiliki kemampuan mengajarkan aplikasi syari’at yg hidup dan berdaya guna. Sehingga syari’at menjadi hampa makna dan menambah gersangnya kehidupan rohani manusia. Nah, yg dikritik Syekh Siti Jenar adalah shalat yg sudah kehilangan makna dan tujuannya itu. Shalat haruslah merupakan praktek nyata bagi kehidupan. Yakni shalat sebagai bentuk ibadah yg sesuai dgn bentuk profesi kehidupannya. Orang yg melakukan profesinya secara benar, karena Allah, maka hakikatnya ia telah melaksanakan shalat sejati, shalat yg sebenarnya. Orientasi kepada yang Maha Benar dan selalu berupaya mewujudkan Manunggaling Kawula Gusti, termasuk dalam karya, karsa- cipta itulah shalat yg sesungguhnya.


Makna Ihsan

Makna Ihsan

“Itulah yang dianggap Syekh Siti Jenar Hyang Widi. Ia berbuat baik dan menyembah atas kehendak-NYA. Tekad lahiriahnya dihapus. Tingkah lakunya mirip dengan pendapat yg ia lahirkan. Ia berketetapan hati untuk berkiblat dan setia, teguh dalam pendiriannya, kukuh menyucikan diri dari segala yg kotor, untuk sampai menemui ajalnya tidak menyembah kepada budi dan cipta. Syekh Siti Jenar berpendapat dan menggangap dirinya bersifat Muhammad, yaitu sifat rasul yg sejati, sifat Muhammad yg kudus.” “Gusti Zat Maulana. Dialah yg luhur dan sangat sakti, yg berkuasa maha besar, lagipula memiliki dua puluh sifat, kuasa atas kehendak-NYA. Dialah yg maha kuasa, pangkal mula segala ilmu, maha mulia, maha indah, maha sempurna, maha kuasa, rupa warna-NYA tanpa cacat seperti hamba-NYA. Di dalam raga manusia Ia tiada nampak. Ia sangat sakti menguasai segala yg terjadi dan menjelajahi seluruh alam semesta, Ngidraloka”.

Dua kutipan di atas adalah aplikasi dari teologi Ihsan menurut Syekh Siti Jenar, bahwa sifatullah merupakan sifatun-nafs. Ihsan sebagaimana ditegaskan oleh Nabi dalam salah satu hadistnya (Sahih Bukhari, I;6), beribadah karena Allah dgn kondisi si ‘Abid dalam keadaan menyaksikan (melihat langsung) langsung adanya si Ma’bud. Hanya sikap inilah yg akan mampu membentuk kepribadian yg kokoh-kuat, istiqamah, sabar dan tidak mudah menyerah dalam menyerukan kebenaran. Sebab Syekh Siti Jenar merasa, hanya Sang Wujud yg mendapatkan haq untuk dilayani, bukan selain-NYA. Sehingga, dgn kata lain, Ihsan dalam aplikasinya atas pernyataan Rasulullah adalah membumikan sifatullah dan sifatu-Muhammad menjadi sifat pribadi. Dengan memiliki sifat Muhammad itulah, ia akan mampu berdiri kokoh menyerukan ajarannya dan memaklumkan pengalamannya dalam “menyaksikan langsung” ada-NYA Allah. “Persaksian langsung” itulah terjadi dalam proses manunggal. “Hyang Widi, wujud yg tak nampak oleh mata, mirip dengan ia sendiri, sifat-sifatnya mempunyai wujud, seperti penampakan raga yg tiada tampak. Warnanya melambangkan keselamatan, tetapi tanpa cahaya atau teja, halus, lurus terus-menerus, menggambarkan kenyataan tiada berdusta, ibaratnya kekal tiada bermula, sifat dahulu yg meniadakan permulaan, karena asal dari diri pribadi.”
Ihsan berasal dari kondisi hati yg bersih. Dan hati yg bersih adalah pangkal serta cermin seluruh eksistensi manusia di bumi. Keihsanan melahirkan ketegasan sikap dan menentang ketundukan membabi-buta kepada makhluk. Ukuran ketundukan hati adalah Allah atau Sang Pribadi.  oleh karena itu, sesama manusia dan makhluk saling memiliki kemerdekaan dan kebebasan diri. Dan kebebasan serta kemerdekaan itu sifatnya pasti membawa kepada kemajuan dan peradaban manusia, serta tatanan masyarakat yg baik, sebab diletakkan atas landasan Ke- Ilahian manusia. Penjajahan atas eksistensi manusia lain hakikatnya adalah bentuk dari ketidaktahuan manusia akan Hyang Widhi…Allah (seperti Rosul sering sekali mengatakan bahwa “Sesungguhnya mereka tidak mengerti”). Karena buta terhadap Allah Yang Maha Hadir bagi manusia itulah, maka manusia sering membabi-buta merampas kemanusiaan orang lain. Dan hal ini sangat ditentang oleh Syekh Siti Jenar. Termasuk upaya sakralisasi kekuasaan Kerajaan Demak dan Sultannya, bagi Syekh Siti Jenar harus ditentang, sebab akan menjadi akibat tergerusnya ke-Ilahian ke dalam kedzaliman manusia yang mengatasnamakan hamba Allah yg shalih dan mengatasnamakan demi penegakan syari’at Islam. Pribadi adalah pancara roh, sebagai tajalli atau pengejawantahan Tuhan. Dan itu hanya terwujud dengan proses wujudiyah, Manuggaling Kawula-Gusti, sebagai puncak dan substansi tauhid. Maka manusia merupakan wujud dari sifat dan dzat Hyang Widi itu sendiri. Dengan manusia yg manunggal itulah maka akan menjadikan keselamatan yg nyata bukan keselamatan dan ketentraman atau kesejahteraan yg dibuat oleh rekayasa manusia, berdasarkan ukurannya sendiri. Namun keselamatan itu adalah efek bagi terejawantah-NYA Allah melalui kehadiran manusia. Sehingga proses terjadinya keselamatan dan kesejahteraan manusia berlangsung secara natural (sunnatullah), bukan karena hasil sublimasi manusia, baik melalui kebijakan ekonomi, politik, rekayasa sosial dan semacamnya sebagaimana selama ini terjadi. Maka dapat diketahui bahwa teologi Manuggaling Kawula Gusti adalah teologi bumi yg lahir dengan sendirinya sebagai sunnatullah. Sehingga ketika manusia mengaplikasikannya, akan menghasilkan manfaat yg natural juga dan tentu pelecehan serta perbudakan kemanusiaan tidak akan terjadi, sifat merasa ingin menguasai, sifat ingin mencari kekuasaan, memperebutkan sesama manusia tidak akan terjadi. Dan tentu saja pertentangan antar manusia sebagai akibat perbedaan paham keagamaan, perbedaan agama dan sejenisnya juga pasti tidak akan terjadi.

TUHAN MENCIPTAKAN KEJAHATAN?



Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada? Apakah kejahatan itu ada?
Apakah Tuhan menciptakan kejahatan? Seorang Profesor dari sebuah
universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswanya dengan
pertanyaan ini, "Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?".

Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, "Betul, Dia yang
menciptakan semuanya". "Tuhan menciptakan semuanya?" Tanya professor
sekali lagi. "Ya, Pak, semuanya" kata mahasiswa tersebut.

Profesor itu menjawab, "Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti
Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut
prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita
bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan."

Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor
tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa
sekali lagi dia telah membuktikan kalau agama itu adalah sebuah
mitos.

Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, "Profesor, boleh saya
bertanya sesuatu?"

"Tentu saja," jawab si Profesor

Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, "Profesor, apakah dingin itu
ada?"

"Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak
pernah sakit flu?" Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa
lainnya.

Mahasiswa itu menjawab, "Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada.
Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan
panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua
partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut.
Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.

Mahasiswa itu melanjutkan, "Profesor, apakah gelap itu ada?"

Profesor itu menjawab, "Tentu saja itu ada."

Mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi anda salah, Pak. Gelap itu
juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya.
Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma
Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan
mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda
tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur
dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut.
Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya."

Akhirnya mahasiswa itu bertanya, "Profesor, apakah kejahatan itu
ada?"

Dengan bimbang professor itu menjawab, "Tentu saja, seperti yang
telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di Koran dan
TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-
perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan."

Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi Anda
salah, Pak. Kajahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan
Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kajahatan adalah kata yang
dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak
menciptakan kajahatan. Kajahatan adalah hasil dari tidak adanya
kasih Tuhan dihati manusia. Seperti dingin yang timbul dari
ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya."

Profesor itu terdiam.

Nama mahasiswa itu adalah ...............

Apa sesungguhnya Misi Agama Islam???


Pertanyaan ini tentu sangat mudah di jawab? Bahwa misi agama ini adalah mengajak manusia kepada nilai-nilai ketuhanan atau dalam bahasa yang lain adalah memurnikan TAUHID. Aplikasinya menggunakan sistem yang telah di install oleh Allah SWT ke dalam pribadi Nabi SAW yakni ROHMATAN LIL ALAMIN.
Apakah jawaban semacam ini telah mampu menguliti rasa penasaran yang ada pada diri manusia?? Ternyata tidak, buktinya banyak manusia melakukan eksplorasi dan kajian-kajian tentang ke islaman dan menghasilkan kesimpulan masing-masing.
Kalau diibaratkan air sebagai sumber kehidupan, maka air adalah bumbu dasar untuk bercocok tanam, memasak, dan aktifitas kehidupan lainnya.  Dalam hal bercocok tanam akan banyak eksplorasi teknologi penggunaan air, mulai yang tradisional sampai yang menggunakan teknologi terkini, bentuk dan macamnyapun tidak seragam, padahal yang diolah hanya satu yakni air.  Menilik dunia kuliner, kita akan mendapatkan banyak aneka dan ragam masakan, mulai dari sayur, kue, nasi, dan lain sebagainya. Peralatan yang digunakan bermacam-macam, jenis dan bentuknyapun bervariasi, meski banyak menggunakan campuran tetap saja air menjadi komoditas utamanya. Untuk penggunaan air di sisi yang lain silakkan dibayangkan sendiri.
Nah, itu umpama air sebagai sumber utama kehidupan. Jika Islam merupakan sumber utama agama, maka akan muncul beragam hasil eksplorasi dalam pengaplikasiannya. Perbedaan itu merupakan sunatullah dari kecerdasan akal yang juga bagian dari karunia allah, bahkan ditegaskan oleh Nabi SAW, bahwa agama itu akal.
Lalu apa persoalannya???
Persoalannya, kita terlalu menekankan pada alat dan media penggunaan air, entah itu teknologi pengairan, industri, kuliner atau kebutuhan rumah tangga. Padahal jika alat dan media kita siapkan sementara airnya tidak ada, apakah semua alat itu berfungsi??? Ohw tentu tidak?? (sule mode on)..
Penyaksian ke islaman seseorang jika ditekankan pada kulit seperti pakaian dan simbol, maka kehilangan esensi dan entitas kemusliman itu sendiri.  Meski tidak disalahkan ekses dari simbol sangat memengaruhi entitas.
Semisal : saat sebagian orang islam –Muslim – yang tergabung dalam sebuah harokah islamiyah, kemudian mengatakan bahwa harokahnyalah yang betul-betul sunnah dan membawa misi yang benar, kemudian yang lain walaupun berjalan namun telah melenceng dari koridor yang sesungguhnya. Di belahan lainnya sekelompok orang yang mengedepankan jalur politik sebagai media dakwah- menurutnya- telah menyatakan bahwa orang-orang yang tidak memahami politik akan dipolitiki oleh musuh-musuhnya, secara implisit telah menuduh bahwa selain mereka adalah korban politik musuh-musuh islam.
Atau ketika sebagian muslim yang tergabung dalam jama’ah dakwah dengan sistem menguatkan pengamalan sunnah – dalam pemahamannya- menjalankannya dari rumah ke rumah, masjid ke masjid, kampung ke kampung bahkan antar negara, kemudian mengatakan “ inilah sunnah yang sebenarnya”  dan orang selain itu objek dakwa yang harus difahamkan dengan sunnah seperti yang mereka fahami.
Atau sebagian muslim yang menyebut dirinya anti TBC  (Tahayul, Bid’ah dan Churofat) mengatakan merekalah yang paling memahami esensi kesahihan qur’an dan hadits, sehingga memerangi orang-orang yang mempersepsikan ‘tafsir dan terjemahan’ selain dari apa yang mereka fahami.
Atau sebagian muslim yang senang dengan ziarah kubur, membaca tahlil dan serentengan amaliah yang  kebanyakan juga mengungkapkan dalil-dalil dan nash serta menyatakan bahwa “orang-orang itu tidak memahami esensi agama, dan yang difahami oleh selainnya hanyalah kulit.
Atau sebagaian muslim yang senang kuplukan dan sarungan mengultimatum kepada pengguna jas dan celana jeans sebagai penyelisih sunnah dan tasyabbuh dengan orang-orang kafir, dan demikian sebaliknya.
Atau contoh-contoh konkrit yang lainnya.....
Maka muncullah pertanyaan sederhana??
Mana yang sebenarnya BENAR?
Pertanyaan ini kembali akan mendapatkan jawaban “ KAMILAH YANG BENAR”
Jelas takkan pernah ada kebenaran yang sebenar-benarnya, karena semua merasa benar.
Pertanyaan selanjutnya, di mana TUHAN diletakkan dalam pemahaman seperti itu??
Dan kemana eksistensi ROHMATAN LIL ALAMIN dalam aplikasi Islam yang di contohkan oleh Rasulullah SAW???
Mari kita jawab bersama.......